OLEH PEMERINTAH KOTA MANADO
Penulis : Daud Elias Pangkey (Staf Khusus Bidang Pembinaan Pengembangan Budaya Lokal)
PROLOG
Gebrakan Pemerintah Kota Manado, dibawah komando Wali Kota Bapak Andrei Angouw dan Wakil Wali Kota dr. Richard Sualang, dalam aksi merevitalisasi/ merestrukturisasi Patung Monumen Pahlawan Nasional Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda, menimbulkan polemik di media sosial. Bahkan reaksinya bagai petir di siang bolong yang memecah keheningan warga kota karena dipandang telah mengusik eksistensi kesakralan dan keluhuran sosok Tokoh Pahlawan Nasional – Penerima Anugerah “Bintang Maha Putra Adipradana” (suatu predikat kehormatan prestisius selaras dengan Jasa Perjuangan dengan spirit patriotisme – nasionalisme, yang dirintisnya secara konsisten dan komitmen sejak zaman kolonial terhadap cita-cita kemerdekaan bangsanya).
Dr. G S S J Ratulangi, sejak mahasiswa di Eropa (Belanda – Swiss) sampai selesai studi Doktor Matematika – IPA, mengawali perjuangannya lewat jurnalis di zaman revolusi dan melahirkan artikel futuristis “Indonesia Inden Pasific 1937”. Guru-Pendidik terkemuka di Manado – Minahasa, politikus papan atas berintegritas kebangsaan, sekretaris Minahasaraad (Dewan Minahasa di Manado 1924 – 1927), anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Jakarta sejak 1927. Pendiri majalah “National Commentaren” dan pemrakarsa berdirinya Gereja Kristen Mandiri – Nasionalis KGPM 1933. Seorang pemikir pejuang humanis, yang terkenal dengan gagasan filosifinya “Si Tou Timou Tumou Tou” (manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia/ orang lain) serta kontributor BPUPKI dan anggota PPKI perumus UUD 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945, dipercayakan Presiden Soekarno sebagai Gubernur Sulawesi I 1945 – 1949, lalu ditangkap Belanda dan meninggal dengan status tawanan di Jakarta, Juni 1949.
Sosok legendaris Dr Sam Ratulangi benar – benar tokoh pemimpin negarawan paripurna, ‘role model’ menginspirasi, sekaligus tokoh ikonik kebangsaan warga Manado – Sulawesi Utara. Karenanya gebrakan pemerintah Kota Manado merevitalisasi patung monumen Sang Tokoh Kebangsaan tersebut, ibarat membangunkan memori indah dan sentimen positif sang hero sekaligus ikonik warga Manado Sulawesi Utara. Fenomena positif ini, menginspirasi dan mengedukasi publik, khususnya para generasi muda (siswa, mahasiswa)
Aksi nyata pemerintah kota yang menimbulkan reaksi, sampai pada gerakan moral “petisi” sejumlah entitas sosial yang men-judge Wali Kota Bapak Andrei Angouw sebagai pihak yang tidak menghargai nilai-nilai sejarah dan kultural dari patung tersebut, dipandang sebagai bentuk ekspresi keprihatinan yang harus disikapi positif. Terlebih yang disoroti mengangkut kehormatan atas keluhuran karakter pribadi dan jati diri Dr. Sam Ratulangi dengan integritasnya yang terus dibela/ dijunjung tinggi. Sosok atau roh Bapak Sam Ratulangi seakan hidup – bangkit kembali, ditengah hiruk pikuk sosial politik, ekonomi warga perkotaan yang dinamis, kompetitif demi keberlangsungan kualitas hidup sejahtera.
Disatu sisi dapat dipahami, sikap kritis berupa petisi dan testimoni pada Wali Kota Andrei Angouw, merupakan reaksi keprihatinan positif + 12 entitas sosial (Masyarakat Sejarawan Indonesia Sulut, Wale Samrat UNSRAT Manado, Mawale Movement, Dosen/ mahasiswa Seni Rupa UNIMA, Forum Perupa Sulut, Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKAT), Asosiasi Seni Tradisional Sulut, Tim Ahli Cagar Budaya Kota Manado, Lalang Rondor Malesung, Komunitas Penulis Minahasa MAPATIK, Aliasi Kabasaran Seluruh Indonesia, Komunitas Adat Waraney Wuaya dan unsur wartawan, terhadap Keputusan Wali Kota yang terlalu direktif dan konseptual.
Pada prinsipnya kelompok kritis ini, menunjukkan bentuk kontribusi konstruktif sesuai spesifikasi profesi/kepakaran masing-masing, yang tidak boleh diabaikan pemerintah. Sekaligus meng-support upaya inovatif pemerintah dalam memperindah wajah Kota Manado sebagai etalasi pariwisata Sulawesi Utara sekaligus beranda Sulawesi dan Indonesia ke Asia Pasifik.
MEDILOG – DIALOGIS
Penataan wajah Kota Manado sebagai pusat Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus beranda Sulawesi dan Indonesia ke Asia Pasifik, menjadikannya sebagai kota etalase Pariwisata Daerah Nyiur Melambai, telah menjadi skala prioritas pemerintah kota secara berkelanjutan dari masa ke masa
Demikian pula yang sedang digalakkan pemerintah kota, dibawah kepemimpinan Bapak Andrei Angouw selaku Wali Kota dan Bapak dr. Richard Sualang selaku Wakil Wali Kota Manado.
Salah satu program fenomenal adalah proyek penataan taman dan revitalisasi patung monument Pahlawan Nasional Dr. Sam Ratulangi di jalan utama Kota Manado (Jln. Samratulangi) di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda Manado. pelaksanannya ditangani oleh Dinas PUPR Kota Manado, yang dipimpin oleh Bapak Johny Suwu.
v Proses pekerjaannya melalui tahapan pengangkatan/pemindahan serta penyajian patung media semen Sam Ratulangi, ke lokasi yang tak kalah representatif di “Gerbang Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado (di Mapanget)”. Selanjutnya Pembangunan kembali replika patung monumen yang relatif sama menggunakan“media perunggu” dalam ukuran lebih besar di lokasi semula (Bundaran Wanea Ranotana, disertai penataan taman patung monument Sam Ratulangi yang lebih estetik dan eksotik).
Kini kedua patung monument Sam Ratulangi telah tersaji masing-masing dengan kemegahan yang khas sesuai karakteristik medianya. Patung media semen tersaji apik di Gerbang Bundaran Internasional Sam Ratulangi Manado di Mapanget, sedangkan patung media perunggu telah tersaji megah di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda Manado.
Di penghujung tahun 2024 dan diawal tahun 2025, wajah Kota Manado dengan moto : “Si Tou Timou Tumou Tou” telah didandani 2 (dua) buah patung monument Bapak “Si Tou Timou Tumou Tou” (Sam Ratulangi) yang megah penuh daya tarik (satu di utara – satu di selatan kota) ibarat penjaga – pelindung warga kota yang siaga sepanjang masa (sebagai hadiah Tahun Baru Januari 2025). Fenomena penampilan 2 sosok patung monument ikonik ini, semakin memperkokoh penanda identitas landmark Kota Manado, sekaligus memperkental memori kolektif warga kawanua Manado-Minahasa (Sulawesi Utara), pada nilai-nilai spiritual yang menjadi pesan profil tokoh patung tersebut selama 40 tahun berselang.
v Sekilas Sejarah Pembangunan patung monument Sam Ratulangi, yang sedang berpolemik akibat proses revitalisasi/ rekonstruksi Bersama dengan penataan tamannya :
Ø Patung monument Dr Sam Ratulangi yang tersaji di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda, sesungguhnya dibangun tahun 1984 (pada penghujung masa jabatan Gubernur Sulut Bapak Letjen (purn) G. H. Mantik. Hasil kreasi sang maestro Bapak Alexander Bastian Wetik (Seniman Indonesia Timur Kelahiran Manado/ Minahasa, Jebolan ASRI Jogyakarta, Dosen Luar Biasa Seni Rupa IKIP Manado 1969 – 1984). Jadi usia patung ini sampai 2024 adalah 40 tahun. Menggantikan patung pertama yang dibangun Gubernur Sulawesi Utara Mayjen (purn) H. V. Worang pada tahun 1972, hasil karya seniman pematung otodidak Bapak Noldy Kumaunang asal Manado. Patung I ini hanya berusia 22 tahun lalu dirobohkan dan direvitalisasi/ direkonstruksi, dengan patung karya Alex B. Watik yang kini jadi polemik.
Ø Kini telah tersaji patung monument Sam Ratulangi media perunggu dalam ukuran/ volume yang lebih besar pengganti patung media semen sebelumnya, dibangun akhir tahun 2024 oleh Pemerintah Kota Manado, dibawah kepemimpinan Wali Kota Bapak Andrei Angouw. Hasil kreasi seniman pematung spesialis perunggu Bapak M Effendi (Cak Pendi) dari Surabaya dengan Istri Elma Ellong (Putri asal Manado).
Dengan demikian genaplah sudah, 3 (tiga) sarana strategis Kota Manado, masing-masing memiliki patung ikon Sam Ratulangi; 1) Universitas Sam Ratulangi telah menyajikan patung monument Sam Ratulangi, berupa patung dada media semen yang memiliki ukuran relatif kecil (hasil kreasi Enoch Saul guru seni rupa/ seniman asal Nusa Utara); 2) Jalan Sam Ratulangi yang membentang dari Pusat Kota – Pondol – Titiwungan, Tanjung Batu, Wanea, Ranotana, Winangun arah Tomohon/ tepatnya di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda) Karya Cak Pendi (seniman/ perupa asal Surabaya); 3) Pelabuhan Udara Internasional Sam Ratulangi Manado di Mapanget, telah tersaji patung monument Sam Ratulangi (Patung Pindahan dari Bundaran persimpangan Wanea – Ranotana – Bethesda), Karya Bapak Alex B. Watik.
v Patung Monumen Sam Ratulangi Dan Kecagar Budayaan
Dalam UU No. 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (UTCB), antara lain merumuskan tentang batasan “Cagar Budaya’ yang pada intinya adalah warisan budaya bersifat kebendaan, berupa benda cagar budaya, bangunan, struktural, situs dan kawasan cagar budaya (di darat, laut/ air) yang perlu dilestarikan, karena nilai-nilai Sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan.
Cagar Budaya memiliki dua makna;
Pertama : menyangkut satu kesatuan keberadaan antara cagar/situs kawasan perlindungan yang memiliki keterikatan dengan karya budaya patung, bagunan, prasasti, artefak, goa dan sejenisnya, dengan nilai-nilai historis moral/spiritual karya budaya atau situs purbakala.
Kedua : “Cagar” yang bermakna Kawasan, daerah, tempat yang dilindungi atas habitat yang sifatnya endemik, seperti cagar alam (pelestarian hutan/ tumbuhan endemik dan hewan endemik). Jadi hal yang sangat mendasar dalam kecagarbudayaan sesungguhnya adalah nilai spiritual moral edukatif dibalik karya budaya dengan sejarahnya.
Terkait dengan karya budaya ”Patung Monumen Pahlawan Nasional Sam Ratulangi” media semen hasil karya seniman Alexander B. Wetik yang dipindahkan ke kawasan gerbang Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado di Mapanget, tetap berpeluang didaftar sebagai objek diduga cagar budaya (ODCB) 10 tahun yang akan datang. Sesuai syarat ODCB harus warisan budaya berusia di atas 50 tahun. Sedangkan patung monument Sam Ratulangi media perunggu, yang baru dibangun akhir tahun 2024, peluang diusul sebagai ODCB nanti 50 tahun kedepan (2075).
Semua tinggal penyamaan persepsi dan kesepahaman lewat sebuat forum dialogis, mengingat lokasi berdirinya patung monument Sam Ratulangi di bundaran Wanea-Ranotana, secara historis-sosio kultural tidak spesifik situs atau cagar seperti : tempat lahir, alamat rumah tinggal/kos, sekolah, tempat kerja, rumah tahanan/ penjara dan sejenisnya dari tokoh Sam Ratulangi.
Penempatan/ pembanguan patung monument Sam Ratulangi pertama oleh Gubernur H. V. Worang tahun 1972, dengan pertimbangan :
1. Letaknya di jalan utama Kota Manado yaitu “Jalan Sam Ratulangi (yang membentang dari pusat kota/ pasar 45 sampai Winangun menuju Minahasa Tomohon).
2. Pilihan lokasi di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda karena dipandang sangat strategis dan representatif.
3. Persimpangan ini juga, selain akses jalan utama menuju Minahasa/ Tomohon, dan ke pusat kota (pasar 45), juga dekat ke jalan Pramuka yang merupakan kompleks pesekolahan SMKK, SMEA, SMA N 1 dan SMA N 2 kala itu serta akses jalan Bethesda ke Kampus UNSRAT Bahu/ Kleak Manado.
v Catatan Penting Mengenal Perbedaan Patung Media Semen dan Patung Media Perunggu
Pada dasarnya konsep estetika penciptaan patung apapun medianya, rujukannya sama, kecuali pada aspek skill dan kreatifitas sang seniman. Perbedaannya pada pembuatan patung media perunggu, melalui tahapan pembuatan patung negatif sebagai model untuk cetakan, kemudian proses pengecoran media perunggu (senyawa logam tembaga dengan perak dan timah). Proses pembuatannya jauh lebih rumit, namun menghasilkan kualitas patung yang lebih permanen dan klasik.
Keistimewaan (keunggulan) patung media perunggu, tidak lagi membutuhkan pengecatan permukaan patung sepanjang masa, karena sifat/ tekstur medianya yang sudah paten dan eksklusif. Jadi tidak membutuhkan anggaran ‘maintenance’ selamanya. Sedangkan patung media semen, umumnya di-finishing dengan warna sesuai desain, membutuhkan biaya perawatan paling tidak 10 tahunan sekali, dsengan resiko proses pewarnaan yang tidak professional, sehingga tidak jarang hanya mengurangi nilai estetika patung. Bahkan terkadang pewarnaan patung seperti melukis di atas patung, sehingga tampak seperti boneka. Lebih fatal lagi tidak jarang pengecatan patung monumental tokoh, menururt warna partai politik penguasa setempat, seperti yang pernah terjadi pada patung monument Sam Ratulangi 10 tahun yang lalu, diwarnai seperti boneka, kemeja dan dasi nuansa warna partai. Fenomena seperti inilah yang dapat dikategorikan fandalis.
EPILOG
v Berdasarkan pemaparan mulai dari prolog, sampai medilog dialogis, dapat disimpulkan, sesungguhnya proyek pemerintah Kota Manado menata taman dan merevitalisasi Patung Monumen Pahlawan Nasional Sam Ratulangi (di bundaran persimpangan Wanea-Ranotana-Bethesda), tidak ada yang dilanggar. Dalam arti sudah sesuai Visi-Misi, berkordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dalam hal ini Gubernur Bapak Olly Dondokambey SE, DPRD Kota Manado sebagai representasi suara rakyat yang membahas/ menyepakati pagu anggaran pembangunan yang bersumber dari APBD Kota Manado.
v Patut diakui, aksi demonstratif Wali Kota Manado Bapak Andrei Angouw mengeksekusi proyek penataan taman disertai revitalisasi/rekonstruksi dan pemindahan patung monumen tersebut tergolong nekat dan berani. Terlebih dalam situasi yang kurang kondusif pasca PILKADA dan masa transisi periode baru kepemimpinan Kota Manado, dibarengi juga dengan krisis ekonomi global-nasional. Hanya seorang pemimpin kompeten berintegritas dan berkarisma yang dapat melakukan Keputusan fenomenal yang sangat beresiko ini.
v Tentu Keputusan Wali Kota ini dilakukan berdasarkan suasana batin yang kondusif, melalui kajian mendalam. Bukan serta-merta/tiba saat-tiba akal. Seperti ungkapan bijak “Jangan pernah membuat keputusan penting disaat anda merasa takut, depresi, tertekan, letih atau terlalu gembira” (William Shakespeare).
v Lazimnya suatu proyek monumental cenderung menimbulkan pro kontra, bahkan resistensi dari pihak-pihak yang merasa turut memiliki namun tidak dilibatkan. Meskipun pada akhirnya seiring dengan berjalannya waktu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, semua pihak dengan sendirinya menerima dan turut menikmati kebanggaan serta nilai tambahnya.
v Setelah semuanya telah tersaji dan tertata sesuai ekspektasi pemuliaan sosok tokoh Sam Ratulangi, dengan sendirinya semua tanggapan minor yang men-judge bahwa Wali Kota Bapak Andrei Angouw tidak memahami/menghargai nilai- nilai sejarah, terbantahkan. Bahkan patung monument Sam Ratulangi media perunggu, persembahannya yang telah memperkaya khasanan patung monument di perwajahan Kota Manado, patut diapresiasi dan diacungi jempol.
v Upaya pengangkatan/pemindahan patung media semen, hasil karya seniman putra daerah Alexander B. Wetik, tidak berniat sedikitpun mendegradasi terlebih mengeliminasi, baik secara personal maupun hasil karya patung masterpiece-nya. Terlebih diantara patung Sam Ratulangi yang tersebar di sejumlah tempat, patung garapan Bapak Alexander Wetik yang dipandang paling ekspresif dengan ekspresi yang tampak hidup, terutama fitur bibir, mulut dan mata yang mengekspresikan wajah tersenyum ramah, cerminan orang Minahasa-Manado yang egaliter-kekeluargaan. Karenanya dipindahkan tetap utuh (tanpa kerusakan_ di tempat yang tak kalah strategis serta representatif yaitu di Gerbang Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado di Mapanget.
v Sementara di lokasi yang selama ini telah familiar dengan keberadaan patung monument Sam Ratulangi, diakhir tahun 2024 telah dibangun/berdiri kembali patung monument Sam Ratulangi baru dengan volume/ukuran lebih besar, terbuat dari ‘media perunggu’ yang relatif lebih mahal dari media semen. Sehingga tampilannya tampak lebih monumental-megah dan eksotik, selaras dengan penataan taman dilengkapi lampu sorot/hias, terasa semakin mempesona wajah Manado sebagai “Kota Etalase Pariwisata Daerah Nyiur Melambai Sulawesi Utara.
v Beragam cara manusia mengekspresikan ide/gagasan, perasaan, sikap apresiasi terhadap suatu fenomena, seperti polemik pemindahan patung Sam Ratulangi saat ini. Ada ekspresi sebatas ucapan, tulisan, diskusi internal dan sejenisnya. Bapak Andrei Angouw mengekspresikan secara demonstratif/aksi nyata bentuk penghormatannya terhadap ketokohan Sam Ratulangi melalui program penataan kota Manado guna mewujudkan visi pemerintahannya. Namun apapun bentuk ekspresinya, semua bernilai positif dilandasi itikad baik untuk menjunjung tinggi kehormatan atas keluhuran dan kedigdayaan jati diri Bapak “Si Tou Timou Tumou Tou” Sam Ratulangi.
v Akhir kata, untuk menjembatani pihak pemerintah Kota Manado selaku user dengan publik terkait selaku stakeholder terhadap proyek penataan taman/ pemindahan Patung Monumen Sam Ratulangi yang kini berpolemik, penting diselenggarakan forum dialogis berupa ‘sarasehan’, yang difasilitasi Pemerintah Kota Manado. Selain itu perlu ada konfrensi pers untuk mensosialisasikan itikad baik pemerintah dalam rangka mewujudkan Manado Maju dan Sejahtera melalui penataan Kota Manado menuju Kota Destinasi Pariwisata bertaraf internasional.
WUJUDKAN “MANADO MAJU DAN SEJAHTERA”
“MANADO DIVERSITY IN HARMONY”
= SI TOU TIMOU TUMOU TOU =